Senin, 14 November 2016

ROMANG UNTUK RAKYAT ATAU NEGARA”


ROMANG UNTUK RAKYAT ATAU NEGARA
(Kajian Litelatur Aspek Ekonomi Kegiatan Pertambangan)
oleh: Benjamin Th. Soumokil

Sektor pertambangan mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional, dimana bahan tambang di Indonesia beraneka ragam, mulai dari bahan logam, non logam, gas, panas bumi dan minyak yang cukup melimpah. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pasal 33 ayat 3 dinyatakan bahwa sumber daya alam Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, sehingga bahan tambang juga dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. 

Pulau romang secara administratif berada dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Luas wilayah pulau romang sebesar 1.129,6 km2 meliputi luas daratan 192,20 km2 dan luas laut 465,8 km2 (dikelola kabupaten) dan 472,6 km2 (dikelola provinsi). Kawasan Pulau Romang merupakan kawasan strategis nasional, karena sebagian besar dari pulau ini memiliki sumber mineral tambang yang telah selesai dieksplorasi dan dalam persiapan untuk melakukan eksploitasi. Pulau Romang memiliki tiga desa dengan total jumlah penduduknya sebanyak 3538 jiwa atau 893 kepala keluarga. Sebagian besar penduduk di Pulau Romang bermata pencarian sebagai petani dengan persentase Desa Hila (80,9%), Desa Solath (78,7%), dan Desa Jerusu (90,6%). 

PT. GBU (Gemala Borneo Utama) adalah  sebuah perusahaan milik Australia yang sedang melakukan eksploitasi tambang emas di Pulau Romang.  menjadi alasan prinsip dari masyarakat Pulau Romang guna mengusir perusahan yang telah ada sejak tahun 2006 perusahaan itu beroperasi, rakyat tidak pernah mendapatkan sesuatu dari perusahaan milik asing itu, yang terjadi adalah terkesan perusahaan itu bekerja secara liar, merusak lingkungan. Semua hasil hutan berupa perkebunan pala hutan ribuan hektar, cengkeh ribuan hektar dan hutan lindung yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat di sana kini menjadi rusak berantakan. Kehadiran PT. GBU di Pulau Romang atas ijin pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), masa pemerintahan Bupati Oratmangun,   ketika MBD masih menjadi satu dengan MTB tahun 2006. Selain itu, perusahaan ini terus mengintertein beberapa orang yang disebutkan sebagai penguasa pulau itu, antara lain Kepala Desa Jerusu ketika itu Simon Talupun, dan Kepala Desa Hila, Librek Johansz. Setelah berhasil mengelabui para tokoh ini dengan sekedar uang sirih-pinang, perusahaan ini mulai mengusur lahan membongkar hutan yang masih penuh dengan berbagai hasilnya yang selama berabad-abad menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat di sana. Sejak itu pula perusahaan ini mulai mengakut ribuan ton matrial yang disedot dari perut bumi Pulau Romang  untuk di krim ke Suarabaya dengan dalih sekedar sebagai sampel untuk keperluan uji lab. Sejak tahun 2006 perusahaan ini rutin mengirim ribaun ton material tiap 3 kali dalam seminggu, melalui Bandar Udara Eltari Kupang pun melalui Ambon ( 

Masyarakat hanya menggoyang batang pohon pala dan buahnya yang sudah tua akan jatuh, kemudian di goyang lagi dan buahnya jatuh kembali. Tidak perlu memetik langsung di atas pohon,” ujar Oyang Orlando Petrusz, Tokoh masyarakat pulau Romang. Sumberdaya alam Pulau Romang memang melimpah. Selain tumbuhan umur panjang seperti Pala hutan, Pala super dan Cengkeh, kawasan hutan Romang juga dijadikan lahan Kakao. Sementara hasil hutan yang paling dominan adalah kayu cendana. Kawasan lautnya, juga dihuni banyak organisme; Lola, Teripang dan Ikan berbagai jenis. Kesuburan tanah seluruh Pulau di kabupaten Maluku Barat Daya ini di pengaruhi kondisi alam. Seperti Romang, Damer, Wetar dan Babar pulau memiliki kesuburan tanah, karena daerah-daerah memiliki titik basah atau curah hujan tinggi sehingga menyebabkan tanahnya subur. Khusus di Romang, waktu suburnya tanah, mulai dari Oktober, November hingga Desember. Pala hutan di Pulau Romang, mempunyai buah berukuran besar dan berkualitas. Biasanya buah pala yang hanya dipungut dibawah pohon tersebut setelah itu dikeringkan. Baik bunga maupun isinya dihargai Rp.70 ribu sampai Rp.80 ribu per kilogram. “Tapi itu dulu”. Sejak PT GBU masuk hutan 2006, tumbuhan-tumbuhan ini mulai terganggu kehidupannya. Memang masih ada, tapi kuantitas dan kualitas rendah. (www.kompasiana.com)

Sementara hal berbeda disampaikan dalam diskusi terbuka antara DPRD Maluku, Mahasiswa asal Maluku Barat Daya (MBD) dan Tim Independen dari Universitas Pattimura, yang membuka beberapa hasil kajian dan analisis dampak lingkungan di lokasi tambang emas di Pulau Romang, MBD. Tim independen yang beranggotakan beberapa pakar lingkungan dari Unpatti memaparkan penemuannya saat meninjau Pulau Romang, guna memastikan informasi pencemaran lingkungan di area tersebut. “Kajian dan analisis yang kami lakukan sangat teliti. Jika menemukan adanya kerusakan lingkungan di Romang maka kami rekomendasikan tambang ditutup. Namun kami tidak menemukan adanya kerusakan lingkungan seperti yang diributkan. Semua masih baik tanpa tercemar,” ujar Jusmy Putuhena, salah satu anggota tim Independen Unpatti. Dalam diskusi terbuka, tim independen baru saja melakukan kajian dan anilisis terkait informasi yang diungkapkan oleh sejumlah masyarakat kalau lingkungan berada di seputaran lokasi tambang telah tercemar. Namun nyatanya, setelah melakukan analisis dan penelitian, tim tidak menemukan kerusakan maupun pencemaran lingkungan, selain itu kata Jusmy tim juga melakukan penjaringn informasi dari masyarakat soal produksi pertanian dan perikanan yang mengalami penurunan produksi. “Ternyata informasi tersebut tidak benar. Produksi pertanian seperti madu masih lancar, dimana kebanyakan hasil madu dijual ke perusahaan. Produksinya memang mengalami penurunan karena sudah banyak petani madu yang bekerja di perusahaan.” Sama halnya dengan perikanan, tidak ada penurunan akibat faktor tambang. Kecuali jumlah nelayannya yang berkurang karena sudah bekerja di perusahaan

Putuhena juga membandingkan tingkat kepercayaan tahun ini mengalami penurunan hingga 80 persen jika dibandingkan tahun kemarin 99 persen. Hal tersebut diakibatkan oleh isu-isu yang dimainkan oleh pihak tertentu, diantarana isu pulau romang akan tenggelam, pencemaran dan lain sebagainya. “Untuk itu, saya meminta kepada masyarakat agar melihat yang sebenarnya dengan langsung turun ke lokasi, bukan melihat dengan telingga,”.

Sejalan dengan itu, Camat Romang AJ Ezauw yang ikut hadir dalam diskusi membenarkan tidak ada penurunan produksi perikanan akibat tambang. Menurutnya, penurunan tersebut disebabkan oleh musim serta terserangnya rumput laut oleh hama, meski begitu pihaknya akan melakukan koordinasi bersama Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku untuk produktifitas budidaya rumput laut di Romang. Ezauw juga mengklarifikasi isu yang mengatakan Gubernur, Bupati, Kepala Dinas ESDM Maluku hingga Camat, telah menjual Romang. Kabar itu sangat menyesatkan dan tidak bisa dipertangunggjawabkan. (kilasmaluku.fajar.co.id)
 
Kegiatan penambangan hampir dipastikan akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat, ekonomi, pendidikan dan lingkungan, baik berdampak positif maupun negatif. Meninjau  dari aspek ekonomi kegiatan penambangan, maka dapat diklasifikasikan kedalam dua konsekwensi ekonomi, yaitu pertama konsekwensi ekonomi jangka pendek dan kedua konsekwensi ekonomi jangka panjang.
1.        Konsekwensi Ekonomi Jangka Pendek
Dengan dibukanya kegiatan pertambangan pada suatu lokasi atau wilayah yang bertuan maka secara ekonomi dapat membawa manfaat positif bagi wilayah dimaksud, dimana dapat meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan roda perekonomian sektor dan sub sektor lain di sekitarnya, dan menambah penghasilan Negara maupun Daerah dalam bentuk pajak, retribusi ataupun royalti.
2.        Konsekwensi Ekonomi Jangka Panjang
Kegiatan ekonomi terbagi menjadi tiga, yaitu kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi. Konsekwensi ekonomi jangka panjang yang dapat dirasakan akibat aktivitas pertambangan yaitu dengan adanya efek daya rusak tambang pada wilayah sekitar pertambangan (kerusakan lingkungan dan sosial), maka akan sangat berpengaruh bagi kegiatan ekonomi, dimana akan tercipta penghancuran tata produksi, distribusi, dan konsumsi lokal seperti diuraikan berikut ini :
·      Rusaknya tata produksi
Pertambangan membutuhkan lahan yang luas sehingga rakyat akan kehilangan tanah dan wilayah milik rakyat yang selama ini dikelola oleh rakyat untuk kebutuhan hidup saat ini maupun akan datang. Jelasnya masyarakat sudah pasti akan kehilangan sumber produksi (tanah dan kekayaan alam) sehingga melumpuhkan kemampuam masayarakat sekitar untuk menghasilkan barang-barang kebutuhan pokok mereka sendiri.
·      Rusaknya tata distribusi
Kegiatan distribusi pada wilayah sekitar daerah pertambangan sudah tentu akan didominasi oleh arus masuknya barang dan jasa dari luar kedalam komunitas, sehingga memaksa rakyat lokal menjadi konsumen dalam proses sirkulasi barang dan jasa.
·      Rusaknya tata konsumsi
Lumpuhnya tata produksi dan distribusi menjadikan masyarakat makin tergantung pada barang dan jasa yang datang dari luar, sementara sebelum kegiatan pertambangan dilaksanakan masyarakat memiliki kemampuan (survive) untuk sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan ketergantungan pada barang dan jasa dari luar, maka masyarakat akan terlibat jauh dalam jerat ekonomi yang cenderung melihat tanah dan kekayaan alam sebagai faktor produksi yang bisa ditukar dengan sejumlah uang, belum lagi masyarakat memiliki ketergantungan terhadap proses ekonomi uang kontan karena semua kebutuhan telah terintegrasi pada sistem pasar, dimana dapat mengevolusi perilaku ekonomi masyarakat menjadi konsumtifisme.
Kajian singkat yang telah diuraikan diatas, paling tidak dapat memberikan sedikit gambaran keberadaan Pulau Romang dengan polemik sumber daya alam-nya diantara rakyat, dan negara”. Pandangan ekonomi yang disampaikan, kiranya dapat menjadi satu acuan bagi para pengambil keputusan dan kebijakan di negara ini. Konsekwensi Ekonomi Jangka Pendek atau Konsekwensi Ekonomi Jangka Panjang yang akan dipilih, menjadi hal penting untuk dipertimbangkan. Akhirnya mengutip kembali UUD 45, bahwa sumber daya alam Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. HOTUMESE

Sumber :

taen hine, investigasi daya rusak pertambangan